Wamena (2/5/2025) – Dalam upaya memperkuat koordinasi dan evaluasi layanan kesehatan di wilayah Pegunungan Papua, Pokja Papua Sehat dari Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) menggelar audiensi bersama BPJS Kesehatan Cabang Wamena pada Jumat, 2 Mei 2025.
Audiensi berlangsung di Kantor BPJS Wamena dan membahas berbagai persoalan serta peluang dalam peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan, khususnya bagi Orang Asli Papua (OAP) di Kabupaten Jayawijaya dan dibuka Kepala Kantor BPJS Wamena, Dr. Freda Imbiri, MM, yang menyampaikan apresiasi atas kehadiran Pokja Papua Sehat dan BP3OKP. “Kami menyambut baik sinergi ini dan berharap kolaborasi dengan Pokja Papua Sehat dapat semakin mendorong optimalisasi pelayanan kesehatan di wilayah Jayawijaya,” ujarnya.
Sementara itu, Gaad Piranid Tabuni, anggota Pokja Papua Sehat BP3OKP, menyampaikan tujuan audiensi adalah untuk memahami lebih dalam peran dan fungsi BPJS dalam mendukung kesehatan masyarakat Pegunungan Papua, dengan fokus pada pelayanan bagi Orang Asli Papua. Ia mengingatkan pentingnya data akurat dan strategi kolaboratif dalam mempercepat pencapaian Universal Health Coverage (UHC).
Selain itu, BPJS Wamena menyampaikan bahwa Kabupaten Jayawijaya masuk dalam 166 kabupaten/kota penerima UHC Award pada 2024, dengan tingkat kepesertaan JKN sebesar 73,30% per April 2025 dari total penduduk sebanyak 202.148 jiwa. Meski demikian, masih terdapat 26,70% penduduk yang belum terdaftar sebagai peserta JKN. Pengurangan signifikan peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK), yakni sebesar 57.064 jiwa. Hal ini berdampak pada stabilitas penyelenggaraan program JKN di wilayah tersebut. Saat ini terdapat sekitar 91.702 calon peserta potensial yang belum tercover JKN atau sedang dalam proses aktivasi ulang.
Hasil dari audiensi ini adalah pentingnya sinergi antara BPJS Kesehatan, BP3OKP, dan pemerintah daerah dalam menyelesaikan persoalan jaminan kesehatan, khususnya bagi OAP. Tantangan utama mencakup kepesertaan yang belum optimal, penonaktifan peserta PBI JK, keterbatasan tenaga medis, serta kualitas fasilitas kesehatan yang belum merata. Kolaborasi berkelanjutan diharapkan dapat mendorong terwujudnya pelayanan kesehatan yang inklusif, merata, dan bermutu di wilayah Pegunungan Papua.


Penulis: Aulia SRN