Manokwari, 25/05/2025 – Upaya memperluas dan meningkatkan mutu pendidikan di Papua Barat masih menghadapi sejumlah hambatan krusial, terutama terkait regulasi yang dinilai belum sepenuhnya mendukung percepatan layanan pendidikan. Persoalan ini mengemuka dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Papua Barat, sebagai forum strategis untuk merumuskan langkah konkret dalam program Papua Cerdas.
Dalam forum tersebut, berbagai tantangan pendidikan dibahas secara mendalam, termasuk bagaimana mengoptimalkan kebijakan yang ada agar lebih adaptif terhadap kebutuhan riil di lapangan. Salah satu suara kritis disampaikan oleh Ismael Sirfefa, perwakilan dari Pokja Politik, Hukum, dan Keamanan BP3OKP RI Wilayah Papua Barat, yang menegaskan pentingnya evaluasi ulang terhadap regulasi pendidikan yang saat ini diberlakukan.
“Regulasi dalam sektor pendidikan perlu direvisi secara mendalam agar selaras dengan arah kebijakan baru yang telah diterbitkan. Sayangnya, hingga saat ini belum tersedia forum resmi yang memprioritaskan isu krusial ini,” ujar Ismael dalam pemaparannya.
Ia menjelaskan bahwa Kelompok Kerja Politik, Hukum, dan Keamanan memang tidak memiliki kewenangan eksekusi, namun berperan penting dalam memberikan masukan terhadap penyusunan regulasi daerah. “Kami merekomendasikan agar ditentukan secara jelas, apakah regulasi ini perlu dirancang oleh Biro Hukum atau Dinas Pendidikan. Pokja siap memberi panduan dan pemikiran apabila dibutuhkan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Ismael menekankan bahwa berbagai catatan penting dari para narasumber dalam Rakornis ini dapat dijadikan sebagai pijakan awal dalam merancang kebijakan hukum daerah yang inklusif dan berorientasi pada percepatan layanan pendidikan di Papua Barat.
Di sisi lain, akademisi dari FKIP Universitas Papua (Unipa), Yah H. Nunaki, mengingatkan bahwa perhatian pemerintah tidak seharusnya hanya difokuskan pada program afirmatif seperti pengiriman mahasiswa ke luar Papua. Ia menilai bahwa penguatan institusi pendidikan lokal juga harus menjadi prioritas utama.
“Universitas dan sekolah-sekolah di wilayah Papua Barat perlu mendapat perhatian lebih, khususnya dalam penyediaan fasilitas pendukung dan pengembangan kualitas tenaga pengajar seperti dosen dan guru,” ungkap Nunaki.
Nunaki juga menyoroti kondisi lulusan dari SMA Keberbakatan Olahraga dan SMA Kasuari Nusantara yang menurutnya belum memiliki jalur pendidikan lanjutan yang terarah. Ia mendesak adanya kolaborasi antara BP3OKP dan Dinas Pendidikan untuk merumuskan regulasi yang dapat menjamin masa depan anak-anak Papua.
“Perlu kebijakan yang menyeluruh dan berbasis kebutuhan lokal. Jangan sampai generasi muda Papua menyelesaikan pendidikan tanpa arah masa depan yang jelas,” pungkasnya.
Oleh: Agus Nugraha