Hal ini disampaikan oleh Purwadhi Adhiputranto, Kepala Perwakilan Kementerian Keuangan Provinsi Papua Barat kepada Pj. Gubernur Papua Barat pada Rabu (4/7). Dana ini merupakan pembayaran atas hasil jerih payah Papua Barat dalam menurunkan emisi di sektor Kehutanan yang berasal dari Green Climate Fund (GCF). GCF adalah sebuah mekanisme pendanaan di bawah Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change/UNFCCC) yang secara khusus dibentuk untuk memberikan dukungan keuangan kepada negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi.
Lebih lanjut, Purwadhi menyampaikan bahwa saat ini dana tersebut telah berada di Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BLU BPDLH), Kementerian Keuangan, dan menunggu untuk dicairkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) bersangkutan. Mekanismenya, Pemda harus menunjuk Lembaga Perantara (Lemtara) yang nantinya bertindak untuk dan atas nama Pemda dalam pengurusan dan pengelolaan dana serta program yang telah ditentukan.
“Karena berasal dari hasil kinerja di sektor Kehutanan, dana ini harus diarahkan kembali untuk program-program di sektor Kehutanan,” ungkap Purwadhi. Program-program di sektor kehutanan yang diizinkan menggunakan dana ini di antaranya adalah penguatan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), rehabilitasi hutan dan lahan, program kampung iklim, konservasi dan keanekaragaman hayati, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan hutan lestari, dan pembentukan/penguatan arsitektur REDD+ di tingkat Provinsi.
Menanggapi hal tersebut, Ali Baham Temongmere (ABT), Pj. Gubernur Papua Barat mengungkapkan antusiasme sekaligus sedikit kekecewaannya. Pasalnya, dana ini memang sudah ditunggu-tunggu sejak lama, namun ABT sedikit kecewa karena jumlahnya turun dari informasi yang telah diterima sebelumnya.
“Kami senang mengetahui kalau dana ini sudah bisa diakses dan bagaimana cara aksesnya. Namun, kami sedikit kecewa karena informasi awal yang kami terima jumlahnya 2,6 juta Dolar atau (setara) 40 miliar Rupiah. Tapi ternyata jumlahnya turun setengahnya menjadi 23 miliar, ya, karena ada pemecahan wilayah Papua Barat dan Papua Barat Daya,” ungkap ABT.
Lebih lanjut, ABT mengungkapkan bahwa dana ini harus diarahkan untuk kelestarian alam sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat. Misalnya dengan merehabilitasi lokus kehutanan yang memiliki aspek lingkungan, wisata, dan ekonomi. ABT mencontohkan, di Wamena terdapat hutan pinus yang dilestarikan dan mendatangkan wisatawan yang menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.
Irene Manibuy, Anggota Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang turut hadir dalam pertemuan tersebut mengungkapkan bahwa dana segar ini harus digunakan untuk sebesar-besar kesejahteraan masyarakat, utamanya yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Lebih lanjut, Irene mengungkapkan bahwa dirinya telah menerima banyak keluhan dari masyarakat sekitar hutan mengenai kerusakan hutan di sekitar tempat tinggalnya.
Hadir pula dalam pertemuan tersebut Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat dan jajaran Pejabat lingkup Pemerintah Provinsi Papua Barat. (EH)